Irma Dwi Wiranti
1Eb06
29210039
JAKARTA — Dibandingkan negara lainnya di Asia, market bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk masuk ke pasar modal dinilai lebih baik. Namun sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia baik BUMN maupun swasta yang mau membuka diri turun ke lantai bursa melakukan initial public offering (IPO).
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (15/12), pengamat ekonomi dari Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan bahwa perusahaan di Indonesia masih belum optimis untuk memperluas usaha mereka dengan membuka diri bagi investor publik (IPO).
"Padahal saat ini adalah masa yang paling tepat bagi perusahaan-perusahaan di dalam negeri untuk memanfaatkan dana yang dapat diperoleh dari pasar modal. Karena saat ini sentimen publik sedang positif terhadap pasar modal kita," ungkap Purbaya.
Seharusnya kata Purbaya, perusahaan-perusahaan di Indonesia memanfaatkan betul momentum positif ini tanpa kekhawatiran berlebihan. Karena dengan menjual sebagian saham kepada publik, maka perusahaan dapat lebih berkembang,
"Pasar modal juga bisa dimanfaatkan dengan menerbitkan Surat Utang. Semakin banyak perusahaan yang memanfaatkan pasar modal, maka akan semakin kompetitif sistem finansial kita. Dengan kombinasi suku bunga lebih rendah, maka ekonomi kita bisa tumbuh lebih cepat," kata Yudhi.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Fuad Rachmany, mengatakan bahwa perusahaan baik BUMN maupun swasta tidak perlu khawatir dengan penilaian publik ketika hendak melakukan IPO. Karena dari beberapa BUMN yang telah melakukan IPO, tercatat ada imbal hasil keuntungan hingga tiga kali lipat.
"Mereka juga bisa bayar pajak dengan lebih baik. Kalau manajemennya baik, maka IPO juga bisa bermanfaat baik. Dengan masuk pasar modal, maka lingkungannya di pasar modal akan memaksa perusahaan untuk bagus. Kalau ada BUMN yang masuk pasar modal auditnya jelek, maka publik pasti akan protes," kata Fuad.
Sedangkan Wakil Ketua komisi XI DPR RI, Harry Azhar Aziz mengatakan, pemerintah harus memastikan bahwa perusahaan BUMN yang ingin melakukan IPO sudah memenuhi kriteria. Sehingga nantinya setelah IPO, BUMN dapat memberikan lebih banyak manfaat dan tidak lagi memberatkan pemerintah.
"Sampai sekarang ini sebenarnya belum pernah ada kesepakatan yang sama antara Pemerintah dan DPR tentang BUMN yang baik itu bagaimana. Apakah yang lebih banyak memberikan provit keuntungan atau yang lebih banyak memberikan public service, itu harus dijelaskan dengan benar dulu," kata Harry.
Sementara Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Hadiyanto, mengatakan bahwa pemerintah pasti akan sangat berhati-hati ketika mengajukan perusahaan untuk IPO. Karena bagaimanapun, perusahaan seperti BUMN tak lepas dari tanggungjawab pemerintah.
"Karena piutang BUMN ini sama dengan piutang negara. Karena itu kepentingan melakukan right issue atau IPO terhadap BUMN juga kepentingan dari negara terkait permodalan. Kalau BUMN kita sudah semakin baik dan tertata bagus, tentu bisa meringankan beban pemerintah juga," kata Hadiyanto.(afz/jpnn)
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (15/12), pengamat ekonomi dari Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan bahwa perusahaan di Indonesia masih belum optimis untuk memperluas usaha mereka dengan membuka diri bagi investor publik (IPO).
"Padahal saat ini adalah masa yang paling tepat bagi perusahaan-perusahaan di dalam negeri untuk memanfaatkan dana yang dapat diperoleh dari pasar modal. Karena saat ini sentimen publik sedang positif terhadap pasar modal kita," ungkap Purbaya.
Seharusnya kata Purbaya, perusahaan-perusahaan di Indonesia memanfaatkan betul momentum positif ini tanpa kekhawatiran berlebihan. Karena dengan menjual sebagian saham kepada publik, maka perusahaan dapat lebih berkembang,
"Pasar modal juga bisa dimanfaatkan dengan menerbitkan Surat Utang. Semakin banyak perusahaan yang memanfaatkan pasar modal, maka akan semakin kompetitif sistem finansial kita. Dengan kombinasi suku bunga lebih rendah, maka ekonomi kita bisa tumbuh lebih cepat," kata Yudhi.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Fuad Rachmany, mengatakan bahwa perusahaan baik BUMN maupun swasta tidak perlu khawatir dengan penilaian publik ketika hendak melakukan IPO. Karena dari beberapa BUMN yang telah melakukan IPO, tercatat ada imbal hasil keuntungan hingga tiga kali lipat.
"Mereka juga bisa bayar pajak dengan lebih baik. Kalau manajemennya baik, maka IPO juga bisa bermanfaat baik. Dengan masuk pasar modal, maka lingkungannya di pasar modal akan memaksa perusahaan untuk bagus. Kalau ada BUMN yang masuk pasar modal auditnya jelek, maka publik pasti akan protes," kata Fuad.
Sedangkan Wakil Ketua komisi XI DPR RI, Harry Azhar Aziz mengatakan, pemerintah harus memastikan bahwa perusahaan BUMN yang ingin melakukan IPO sudah memenuhi kriteria. Sehingga nantinya setelah IPO, BUMN dapat memberikan lebih banyak manfaat dan tidak lagi memberatkan pemerintah.
"Sampai sekarang ini sebenarnya belum pernah ada kesepakatan yang sama antara Pemerintah dan DPR tentang BUMN yang baik itu bagaimana. Apakah yang lebih banyak memberikan provit keuntungan atau yang lebih banyak memberikan public service, itu harus dijelaskan dengan benar dulu," kata Harry.
Sementara Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Hadiyanto, mengatakan bahwa pemerintah pasti akan sangat berhati-hati ketika mengajukan perusahaan untuk IPO. Karena bagaimanapun, perusahaan seperti BUMN tak lepas dari tanggungjawab pemerintah.
"Karena piutang BUMN ini sama dengan piutang negara. Karena itu kepentingan melakukan right issue atau IPO terhadap BUMN juga kepentingan dari negara terkait permodalan. Kalau BUMN kita sudah semakin baik dan tertata bagus, tentu bisa meringankan beban pemerintah juga," kata Hadiyanto.(afz/jpnn)
Sumber : www.JPNN.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar