IRMA DWI WIRANTI
2EB03
29210039
ASPEK HUKUM PERPAJAKAN DALAM PAJAK PENGHASILAN
Pembayaran pajak adalh kewajiban setiap orang dalam pembangunan nasional suatu negara agar negaranya dapat maju dan berkembang dan Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Sebelum sampai pada pembahasan tentang Wajib Pajak penghasilan, sebagai cakrawala pengetahuan perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian, jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.
1. PENGERTIAN PAJAK
Pajak adalah iuran wajib Yng dipungut oleh pemerintah dari masyarakat ( wajib pajak ) ntuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa langsung.
2. JENIS PAJAK
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat dibagi menjadi :
1. Pajak Penghasilan (PPh) : PPH adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia .
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3. PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
b. barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
c. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
d. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
e. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
f. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain:
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
2. Pajak Kabupaten Kota
a. Pajak Hotel,
b. Pajak Restoran,
c. Pajak Hiburan,
d. Pajak Reklame,
e. Pajak Penerangan Jalan,
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
g. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
Selain yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan pungutan yang legal.
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat dibagi menjadi :
1. Pajak Penghasilan (PPh) : PPH adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia .
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3. PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
b. barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
c. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
d. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
e. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
f. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain:
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
2. Pajak Kabupaten Kota
a. Pajak Hotel,
b. Pajak Restoran,
c. Pajak Hiburan,
d. Pajak Reklame,
e. Pajak Penerangan Jalan,
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
g. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
Selain yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan pungutan yang legal.
3. MANFAAT PAJAK
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara, tanpa adanya pajak mungkin pembangunan suatu negara tidak akan baik, Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak.
4. PAJAK PENGHASILAN
Dari berbagai jenis – jenis pajak diantara kita akan membahas pajak penghasilan atau PPH 21.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif, jadi setiap orang yang sudah berpenghasilan diwajibkan untuk membayar pajak, jika tidak setiap orang akan dikenankan sanksi.
5. KETENTUAN SUBJEK DAN OBJEK PAJAK
Subyek pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
4. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
Bukan subyek pajak penghasilan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 200 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek pajak sebagai berikut:
a) Badan perwakilan negara asing.
b) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c) Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
d) Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
[sunting]Obyek pajak
Objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
6. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
a. PERHITUNGAN PPH PASAL 21
Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. TARIF PAJAK PENGHASILAN
i. Pendapatan 0- 50 jt tarif 5%
ii. Pendapatan 51 jt – 150 jt tarif 10 %
iii. Pendapatan 151 jt – 300 jt tarif 15 %
iv. Pendapatan 3011 jt – 500 jt tarif 25 %
v. Pendapatan > 500 jt tarif 30 %
c. Penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai
Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai.
1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.
2. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
3. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
d. Penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian
Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian.
Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
Yang dimaksud dengan :
- Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;
- Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;
- Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang dihasilkan;
- Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar